Ayah Dafa.
Jam sudah berganti. Tawa Fathan yang tadinya memenuhi ruangan karena ulah seseorang yang bernama Bia kini sudah mereda.
Dafa yang baru saja datang kembali di rumah Fathan langsung saja cium tangan Papa.
“Loh Daf kesini lagi, ada barang ketinggalan?” tanya Papa
Dafa menggeleng sembari duduk di depan Papa “Engga pa, mau jenguk anak Dafa” ujar Dafa lirih
Papa tersenyum, tangannya menepuk nepuk pundak pacar anaknya itu
“Sana” suruh Papa dan Dafa langsung berdiri, pamit untuk ke belakang.
Pintu halaman belakang belum tertutup, Dafa langsung saja masuk dan menemukan Fathan serta Dika yang berada di sebuah gazebo.
“Than pacar lo tu” kata Dika
Fathan langsung saja berdiri, menghampiri Dafa lalu memeluknya dengan erat
Dafa terkejut saat pelukan tiba tiba menyerangnya, tapi kemudian senyumnya mengembang. Tangannya kembali memeluk Fathan
Deheman Dika membuat mereka terpaksa melepaskan pelukannya.
Sambil tertawa Fathan menyeret Dafa untuk segera ke makam anaknya. Bersamaan dengan keluarnya Dika dari halaman belakang itu.
“Ini, dedek bayi” ujar Fathan sambil jongkok
Dafa pun ikut jongkok di sebelah Fathan, tangannya meraba tanah liat itu
“Anak ayah…” ujar Dafa lirih
Fathan tersenyum, lelaki mungil itu ikut mengelus tanah anaknya
“Halo dedek. Ayah udah ada disini, jenguk dedek. Dedek bahagia kan disana?” tanya Dafa
“Ayah sayang sama dedek. Maaf Ayah gabisa jaga papa sampai akhirnya dedek milih pergi. Dedek maafin ayah kan ya?”
Lelaki mungil itu menatap Dafa, matanya mengeluarkan pancaran bahagia serta sedih secara bersamaan.
“Ayah cuman mau bilang kalau setelah ini Ayah janji ga akan biarin Papa sakit. Dedek doain Ayah sama Papa ya darisana? semoga Ayah sama Papa akur terus… ya?”
“Ohya, kalau Ayah ngga lagi sama Papa tolong dedek jagain Papa ya? ikutin terus Papa, kalau nakal gigit aja”
Fathan membiarkan pacarnya mengoceh. Tangannya ia bawa untuk mengelus punggung Dafa. Telinganya senantiasa mendengar ucapan ucapan Dafa. Hatinya lagi lagi berdenyut sakit.
Andai Fathan tidak datang ke acara pesta itu, maka semua akan baik baik saja sampai sekarang. Rasa penyesalan dalam dirinya tidak akan pernah memudar.
“Terus doain Ayah dapet job balap motor yang banyak biar uangnya bisa Ayah tabung hehehe”
Dafa masih sibuk mengoceh, matanya terus menatap pada tanah yang sudah ada bunganya itu. Tiba tiba, tangannya merasa ada yang meremas hingga ia meringis sakit. Dafa menoleh ke arah Fathan, dan ia melihat dimana pacarnya menangis tanpa bersuara
Dafa langsung saja memeluknya “Ayang kenapa?”
“Maaf…”
“Maaf kenapa ayang? ayang ga salah apa apa kok”
“Maaf andai aja aku—“
Belum sempat ucapannya selesai, Dafa langsung saja mencium bibirnya. Melumatnya sebentar lalu melepasnya, menatap mata Fathan dari jarak dekat.
“Jangan minta maaf lagi, rasanya Dafa ga berhenti buat nyalahin diri sendiri kalau denger Fathan minta maaf”
“Dafa jangan nyalahin diri sendiri…”
“Mangkannya Fathan udah bilang maafnyaaa” ucap Dafa sambil memeluk Fathan erat
Fathan tersenyum, kepalanya ia miringkan untuk menghadap makam anaknya
“Ayah Dafa baik ya dedek?” ujar Fathan
Dafa tertawa “Iyalahhh”
“Dedek mau tau rahasia ngga?” tanya Fathan sambil melirik Dafa
“Papa kasih tau rahasia yaaa, sebenernya itu… Ayah Dafa masih ngedot” Lalu Fathan tertawa disusul dengan rengekannya Dafa
“Ayaaaang ihhhhhh!”