Salah Kirim
#Tags; cheating, vaginal sex, degrading, praising, profanities, dirty talk, breastfeeding, overstimulation, intinya BOKEP.
”Mau minum apa?” tanya y/n setelah mempersilahkan Sukuna masuk ke apartemennya. Si surai merah muda melihat sekeliling sebelum duduk di sofa maroon di tengah ruangan sambil menatap si cantik dengan senyum mencurigakan.
Perempuan bersurai hitam panjang itu mengenakan kaos putih oversize yang membalut tubuhnya sampe paha, sementara Sukuna terlihat santai dengan celana pendek longgar dan atasan hitam yang mencetak tubuhnya dengan erat. Dia balik dari gym, ya?
Ini bukan pertama kali mereka berdua bertemu, namun karena kecerobohan yang dia lakukan tadi, siapa yang tidak canggung dan malu? Saat ini, Y/n sangat gugup, wajahnya panas. Dia tidak tau harus bersikap seperti apa di hadapan Sukuna.
“Gak usah,” jawab Sukuna dengan tegas. Dia menepuk pangkuannya ketika melihat y/n hendak duduk di sofa seberang. “Sini.”
Si cantik menelan ludah dan mendekat dengan ragu. Sukuna menatapnya lamat dan menarik tangannya pelan sampai dia duduk di atas pangkuannya, berhadapan langsung dengan dada bidang lelaki itu.
Jarak mereka begitu dekat, aroma parfum Sukuna masuk ke penciuman Y/n dan membuat rasa bersalahnya muncul. Mirip parfum Yuuji.
“Kak… this feels so wrong.”
Lelaki itu tanpa izin melingkarkan tangannya di pinggang ramping si cantik, menunduk untuk melihat wajah y/n yang tinggi kepalanya masih rendah dibandingkan miliknya.
“Lo masih boleh kok berubah pikiran dan pilih opsi lain.”
Perempuan itu menghela napas. Dia sangat mengerti kalo Sukuna sedang melakukan ancaman jahat kepadanya. Dan y/n bisa saja menanganinya dengan lebih serius, tapi dia tidak ingin memperbesar masalah dan membuat orang lain mengetahui sisi binalnya ini. Maka dari itu, dia terpaksa menuruti Sukuna.
“Mau berubah pikiran?” Tanya Sukuna memastikan.
Y/n menggeleng. “Tapi beneran bakal dihapus, ‘kan?”
“Iya… lo bisa hapus sendiri di galeri gue nanti.”
Perempuan itu mengangguk mengerti setelah mendapat jawaban pasti dari Sukuna. Beberapa kali pertemuan dengan kakak kekasihnya itu cukup membuatnya yakin kalau lelaki itu bukanlah seseorang yang suka berbohong. He just acts like a jerk sometimes.
“So, can i touch you now?” Sukuna menarik dagu perempuan itu agar mendongak menghadapnya. Untuk sepersekian detik, kupu-kupu terasa menyusup ke perutnya, sebelum kalimat kotor keluar dari mulut lelaki itu dan membuat mereka terbang pergi. “Gue udah ngaceng di sepanjang jalan kesini.”
Y/n mengintip lewat ujung matanya bagian celana Sukuna yang menggembung. OH. Si surai merah muda ternyata sudah menahan diri sejak tadi.
Belum sempat Y/n berkomentar, kepalanya ditarik untuk menyatukan bibirnya dengan milik Sukuna. Perempuan itu menurut, membalas setiap pangutan Sukuna dengan irama yang sama. Lidah dan ludah bersatu, membuat keduanya mabuk akan satu sama lain.
Y/n terlihat lebih tenang dari yang Sukuna perkirakan. Dia pikir perempuan itu akan jual mahal dan mencoba menolak apa yang ia tawarkan. Tapi nyatanya dia mengikuti arus yang membawanya menuju Sukuna dengan patuh.
Perempuan itu juga tidak mengerti kenapa dia begitu gampang terbuai dengan pangutan Sukuna hingga lelaki itu harus menjadi yang pertama memutuskan kontak bibir mereka padahal dirinya yang terlihat lebih membutuhkan oksigen. Dia juga tidak mengerti kenapa kepalanya mendongak, mencoba memberikan Sukuna akses lebih mudah untuk menyesap lehernya. Dia tidak mengerti kenapa ini terasa nikmat dan membuatnya melepaskan suara-suara desah halus yang membuat pendengarnya ikut tersipu.
Apa karena dia sangat mendambakan sentuhan Yuuji seharian ini? Apa karena Yuuji yang seharusnya memberikan dia afeksi tapi malah mengecewakannya lagi? Atau apakah dia memang punya bakat terpendam menjadi seorang kimcil?
Y/n tidak mengerti.
“Jangan bikin cupang kak.. nanti Yuuji liat..”
Sukuna mengeratkan pelukan pada pinggang ramping Y/n, membuat tubuh mereka semakin rapat. Wajahnya dibenamkan di leher perempuan itu dan tanpa aba-aba dia menggigit kulitnya.
“KAk anhh—“ Y/n memekik sakit.
“Bilang aja digigit kucing,” ujar Sukuna tidak berpikir panjang. Dia terlihat puas melihat ada bekas gigitannya di leher perempuan itu sementara Y/n mendorongnya, memberi kepala mereka jarak. Tangan cantik itu mengelus bekas gigitan Sukuna yang cukup ngilu.
“Sakit anjir.”
“Makanya, fokus sama gue dong,” ungkap Sukuna kembali mendekatkan diri, dia sandarkan kepalanya di pundak y/n. “Gak etis banget mau selingkuh tapi malah sebut nama pacar.”
“Siapa juga yang selingkuh?”
“Lo.”
“Gue gak ada niat buat sel—“
Sukuna menarik wajah y/n, membungkam mulutnya dengan mendadak membawa bibir mereka untuk bersatu lagi. Perempuan yang tadinya siap untuk marah-marah itu kini kembali rileks dan matanya menjadi sayu.
Sebelum pangutan terlepas, Sukuna menyingkap kaos y/n. Dia lepas kaitan bibir mereka lalu meminta perempuan itu untuk mengangkat tangan agar Sukuna dapat melenyapkan kain yang sejak tadi menutupi tubuh sang dewi.
Sukuna takjup, darahnya berdesir melihat y/n hanya memakai celana dalam tipis berwarna hitam. Dadanya yang besar nan sintal bahkan lebih indah dilihat langsung daripada di foto yang tidak sengaja dikirimkan perempuan itu kepadanya.
“Biasa aja kali,” celetuk Y/n menyadari tatapan mesum dari Sukuna. Ia hendak menutup ujung buah dadanya ketika tangan lelaki itu mengintervensi, mencegahnya melakukan hal tersebut.
“Gak bisa. Gue gak bisa biasa aja,” Sukuna menarik tubuh perempuan itu dan dielusnya setiap bagian tanpa ada yang terlewat. “Soalnya lo cantik banget.”
Wajah perempuan itu memerah padam mendengarnya.
Sukuna memijat kedua payudara indahnya dan memilin putingnya dengan sepenuh hati. Dia menikmati kegiatan mengulen daging tebal dan kenyal tersebut tanpa banyak komentar karena suara desahan y/n sudah cukup mendominasi. Tangan perempuan itu ikut meremas surainya ketika lidahnya mengambil alih puting yang kiri. Dia jilat dan hisap seperti seorang bayi meminta asi.
“Suka pentilnya gue mainin gini?” Tanya Sukuna mendongak melihat paras cantik y/n yang tidak kuasa menahan nikmat.
Y/n tidak menjawab, dia sibuk mendesah. Kepalanya menghadap langit-langit dan kakinya bergerak gelisah ketika merasakan kenyotan Sukuna yang semakin kencang.
“Kak Una.. udhah— angh nanti gue kleuarngh..” racau perempuan itu sudah tak karuan. Namun Sukuna tidak menanggapi, dia tetap melanjutkan kegiatan mengokop noktahnya yang sudah bengkak sampai tubuh perempuan itu bergetar, “Kak mmmhhhhhgg—“
Sukuna terkekeh memeluk tubuh y/n yang kelojotan karena orgasmenya. “Seenak itu ya?”
Y/n tak bersuara, kali ini karena mengatur nafasnya yang berantakan. Kepalanya bersandar di dada Sukuna, dielus-elus oleh pemuda itu dan dikecup pelan keningnya.
“Mau pindah ke kamar aja?” bisik Sukuna dan dibalas oleh anggukan dari y/n. Setelah memastikan keberadaan kamar perempuan itu, Sukuna menggendongnya seperti anak koala menuju tempat tidur.
Sukuna membaringkan y/n dengan perlahan. Lelaki itu melepas sepatu dan atasannya dengan cepat lalu melemparkannya ke lantai. Setelah itu, dia merangkak dan menggagahi si cantik yang parasnya bersemu, bibirnya sedikit terbuka, matanya sayu dan tubuh indahnya tergeletak begitu saja di atas kasur dengan keadaan hanya memakai celana dalam.
“Shit.“
She is too sexy for her own good.
Lelaki itu membuka kaki y/n dan menyandarkan salah satu ke pundaknya. Dibuka tirai celana dalamnya, menampakkan labia dengan rambut halus disekitarnya. Becek banget tapi tetep,
“Cantik.”
Sukuna gesek-gesek kelentitnya yang sudah menonjol dan mencoba masukan satu, dua bahkan tiga jari ke dalam lubangnya. Dengan semua pelumas yang dihasilkan oleh y/n, jari-jari lelaki itu dengan mudah keluar masuk vaginanya.
“Kak ngh..” Y/n pusing. “Nghjj una… kakak… udahngh… Gak mau— jari kakak ngh—“
Y/n mencegah Sukuna melanjutkan olahraga tangan itu dengan mencekal kedua tangannya.
Sukuna mengerenyit, “Terus maunya apa, sayang?”
Y/n seharusnya tidak merasa begitu membutuhkan sesuatu yang lebih besar untuk menyumpal vaginanya. Dan tidak seharusnya dia menikmati kegiatan intim yang ia lakukan dengan orang selain kekasihnya.
Tapi nyatanya…
Perempuan itu mengangkang, menahan pahanya dengan kedua lengan. Dia buka labianya dengan jari-jarinya yang lentik dan netranya menatap Sukuna dengan sayu nan menggoda.
Oh, she’s losing it.
“Mau kontol kak una masuk ke sini.”
“Fuck.”
Sukuna menggertakan giginya. Tanpa basa-basi dia lepas celananya dan mengeluarkan senjata yang sedari tadi sudah menjerit ingin dibebaskan namun ia tahan karena tidak ingin buru-buru. Tapi setelah mendengar permintaan langsung dari perempuan itu, tentu saja Sukuna tidak mungkin bisa menolak. Setelah burungnya bebas, lelaki itu kini melepas celana dalam si cantik dengan kasar.
Y/n sempat terpana melihat ukuran Sukuna yang besar, lebih besar dari milik kekasihnya. Dia menggigit bibir ketika si merah muda mulai menggesek-gesekan benda berurat itu ke labianya yang licin.
“Gue kira selama ini adek gue pacaran sama cewek lugu tapi ternyata cuma perek haus kontol,” ucap Sukuna yang tidak diindahkan oleh perempuan di bawahnya, malah, y/n ikut menggoyangkan pinggulnya agar tetap bergesekan dengan penis lelaki itu. Hal tersebut mengundang senyum miring Sukuna. “Mau banget dikontolin, hm?”
“Mau bange— AKHhhhh!”
Suara pekikan dari y/n nyaring terdengar disusul dengan seluruh tubuhnya yang gemetar. Tentu saja pelakunya adalah Sukuna yang memasukan seluruh penisnya ke titik terdalam perempuan itu dengan sekali hentakan.
Lelaki itu terkekeh, “Baru juga dimasukin tapi lo udah keluar aja.”
Y/n malu. Ini tidak pernah terjadi sebelumnya bahkan saat dia bersama dengan Yuuji. Apa ukuran dapat mempengaruhi? Atau karena Sukuna tidak memakai proteksi?
“Kak… pake kondom dulu…” Ingat y/n dengan wajah memerah dan napas berat. “Di laci ada—“
“Gue gerak, ya?” Sukuna bilang begitu bukan mau izin, tetapi lebih ke memberi tau.
“Wait!—“
Sukuna tidak mengindahkan ucapan y/n dan tetap menggoyangkan pinggangnya keluar dan masuk kewanitaannya. Tangan kekarnya menekan paha perempuan itu agar ia dapat memasukan penisnya sampai ke ujung leher rahimnya.
“Una— nghhh gue baru kluar nhhh aghhbplease hh tunggu— Ah..”
Desahan y/n semakin rapat, seiringan dengan decit ranjang dan suara kotor yang dihasilkan oleh kemaluan mereka yang menyatu.
“Bukannya tadi minta dikontolin, hm?”
“Memknya msih— ah sentsitive—ngh!”
Sukuna tidak terlalu peduli. Dia tetap menggerakkan pinggangnya dengan hentakan yang mantap.
Y/n meremas sprei kasur dan membuatnya berantakan. Yang ada dalam kepala perempuan itu saat ini hanya kenikmatan yang diberikan oleh Sukuna. Pikirannya mulai melayang dan membenarkan kata orang, kontol dapat membuatmu tolol. “Kak hngh— huh ngh.. hh— Ngh Kak Una mmhh.. dalem bnget ahh—“
Sukuna tersenyum miring melihat y/n meracau tidak jelas tiap kali ia menabrak titik sensitifnya di dalam sana. “Seneng ya, dikontolin sama kakak dari pacar lo sendiri?”
“Senenhg kak— ngh enak— ah—“
“Mending jadi perek aja, name. Kasian adek gue kalo pacaran sama cewek gak bener kek lo.”
Y/n menggeleng tapi dinding serviksnya berkedut, perempuan itu tampak makin terangsang setiap kali Sukuna melayangkan kata-kata yang merendahkan dirinya.
“Kak.. nghh mau kluar hnhh— kak una—“
“Cum for me.”
Sukuna menggoyangkan pinggangnya dengan lebih intense. Dia kunci kedua tangan perempuan itu di atas kepalanya dengan tangan kanan, sedangkan tangan kirinya menggoda ujung buah dada Y/n yang melonjak-lonjak mengikuti hentakannya. Rasanya geli tapi nikmat.
“Kak una.. i’m cumminh nghhftg..” Y/n membusungkan dada dan bergetar. Si surai merah muda mendesis, membawa perempuan tersebut ke pelukannya kala merasakan vulva si cantik memeluk penisnya dengan rapat.
“Name…ngh.. gue juga mmh..”
Mengingat dia yang tidak memakai kondom, Sukuna menarik keluar miliknya dari lubang hangat nan nikmat itu ketika merasa orgasme sudah diujung. Dia kocok kemaluannya dengan cepat dan menyemburkan sperma kental di perut Y/n.
Setelah selesai, Sukuna menarik Y/n untuk berciuman. Perempuan itu membalas setiap pangutan dengan baik meskipun tak berlangsung lama karena nafas mereka yang masih memburu.
Ia menyisir rambutnya dengan jari-jari tebalnya lalu memutar tubuh Y/n. Sukuna remas pantatnya, lalu merunduk untuk mengecup punggung perempuan itu dan berbisik, “Sorry, name. Let’s do more.”
“Hah?”