What if we move to Canada?
Pemuda berkaus putih itu akhirnya sampai ke tempat tujuan setelah mendekam di Pesawat lama sekali. Fajar tidak pernah berpikir sejauh ini, tidak pernah Fajar membayangkan bagaimana kalau Ia tinggal di negara orang. Jangankan ke luar negeri, Fajar saja tidak pernah menginjakkan kaki di pulau luar Jawa. Mentok-mentok Fajar paling jauh ke Yogyakarta, itu pun karena study tour waktu SMP. Namun, bisa-bisanya kini Ia menginjakkan kaki di negeri pecahan es, Kanada, tempat kekasihnya tinggal. Fajar tidak main-main, Ia rela mendatangi Gema karena satu hal. Fajar rindu wangi Gema.
Dengan bermodal nekat dan uang seadanya, Fajar memberanikan diri untuk terbang ke Kanada sendirian. Padahal, Gema sudah menawarkan untuk Fajar pergi bersama keluarganya, tapi Fajar menolak. Selain karena Ia tidak enak dengan Gema, kebetulan ayah dan ibun juga cukup sibuk karena banyak pesanan kue yang masuk, lalu kakaknya juga sibuk kuliah dan tidak bisa diganggu. Jadi apa boleh buat, Fajar mau tidak mau harus pergi sendiri.
Sebenarnya Fajar sangat takut karena ini pertama kalinya Ia ke luar negeri, sendiri pula. Ditambah Ia tidak bisa berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris dengan lancar. Dan sekarang Fajar ingin ke kamar mandi, tapi Ia tidak tahu di mana tempatnya. Akhirnya Fajar pun melawan rasa takutnya dan memberanikan diri untuk bertanya pada orang sekitar.
“Mister, mister, Excuse me..” Fajar membuka suara, Ia memilih bertanya kepada staff bandara.
“I want to throw away water small, I need to go toilet, do you have toilet?” Tanya Fajar percaya diri, Ia sudah tidak kuat lagi untuk buang air kecil.
“Pardon?” Balas sang lawan bicara. Oh, sebenarnya Fajar tidak mengetahui siapa si Pardon Pardon itu. Fajar hanya ingin mengetahui di mana toilet itu berada.
“Who is Pardon? I am not Pardon, mister. I am Fajar. I am from Indonesia, nice to meet you… mister Alexander?” Fajar berusaha untuk mengerti apa yang staff tersebut ucapkan seraya melihat name tag yang tertera di baju seragam staff tersebut.
Fajar bingung, staff bandara juga bingung. Akhirnya staff tersebut berinisiatif bertanya sekali lagi untuk memastikan tebakannya.
“I heard that you need to go to the toilet, am I right?” Tanya staff bandara.
“Oh, yes, yes! I need toilet, mister.”
Mission completed. Fajar bisa mengatasi rasa takutnya untuk berbicara bahasa Inggris, toh lawan bicaranya tadi bisa mengerti apa yang Ia maksud? meskipun awalnya orang tersebut kebingungan, namun apa salahnya untuk mencoba terus, kan?
Karena dirasa cukup lega setelah pergi ke toilet, Fajar pun memilih untuk menelpon Gema untuk mengabari bahwa Ia sudah sampai di Kanada. Belum ada beberapa detik berdering, Gema sudah mengangkat panggilan tersebut dengan cekatan.
“Halo, Gem-“ Fajar belum menyelesaikan perkataannya namun Gema sudah menyambar bak petir.
“Sayang, kamu sudah sampai? semuanya aman kan? apakah ada orang yang jahat sama kamu? aku jemput, ya? wait for me, okay, jangan keman-“ Rentetan pertanyaan keluar dari mulut Gema, Fajar tidak diberi kesempatan untuk mengeluarkan satu patah kata pun.
“Anjing, satu-satu kek, brengsek. Aku juga belum selesai ngomong!” Harimau Fajar keluar lagi, Gema langsung ciut dan tidak melanjutkan 1001 pertanyaannya.
“I’m sorry, sayang. I’m worried as hell. Go on, kamu tadi mau ngomong apa?”
“Auk dah, kamu langsung jemput aku aja deh. Aku takut nyasar” Tadinya Fajar ingin bercerita tentang semua yang terjadi hari ini, tapi Ia keburu lupa karena Gema yang nyerocos seperti tadi, rangkaian kata di kepala Fajar langsung buyar.
“Ay ay, captain! it won’t taking long, kok. Apartemenku dekat sama bandara.”
Bicara mengenai Kanada, kini Fajar berada di Vancouver International Airport. Gema memang tinggal di Vancouver. Setelah menunggu sekitar 10 menitan, akhirnya Fajar bisa melihat batang hidung kekasihnya. Sedari jauh sudah terlihat lengkungan senyum kekasihnya yang menurut Fajar mirip kelinci itu, Fajar sudah bisa merasakan udara yang kini berubah seperti wangi Gema, Fajar benar-benar melihat Gema lagi secara langsung sekarang.
Fajar mematung seraya tersenyum lalu Gema yang berlari pun segera memeluk kekasihnya secara erat.
“I missed you so much, my Fajar. Is everything going well?” Tanya Gema, pemuda itu mengecup kecil leher Fajar ketika mereka berpelukan.
“Aku agak panik tadi pas keluar pesawat, bingung harus ke mana, aku pengen pipis. Akhirnya aku nanya ke orang pake bahasa Inggris, untungnya dia ngerti!” Fajar bercerita, padahal keduanya masih berpelukan. Suara Fajar semuanya masuk sempurna ke telinga Gema.
Gema could listen to Fajar’s talk everyday, for 24 hours straight. Menurut Gema, suara Fajar sangat khas. He loves it so much. Gema sangat suka mendengarkan Fajar bercerita, apalagi bernyanyi. But basically, Gema loves everything about Fajar. Gema really missed his Fajar. Dan kini, Akhirnya Ia bisa melihat Fajarnya lagi setelah sekian lama tidak bertemu.
“That’s amazing! my boyfriend did a great job, kamu keren banget bisa berani seperti itu. I’m so proud of you, little one.”
Gema mengusap rambut Fajar lembut. Fajar sangat suka ketika Gema melakukan ini padanya; It feels warm.
“Sir, should we go now?” Pelukan keduanya diintrupsi oleh Supir pribadi Gema yang bertanya, akhirnya pelukan mereka berhenti.
“Damn, the timing is hella bad, but yeah. Oh! and please take his bags. It looks so heavy, kasian pacarku.” Ucap Gema seraya tersenyum dan menatap kekasihnya.
“Eh don’t don’t mister, I can do it, it is no heavy, kok!” Fajar menolak ketika supir tersebut meminta tas Fajar untuk dibawakan.
“Pake Indo aja, dek. Saya juga orang Depok”
Gema tertawa ketika Fajar berusaha berbicara bahasa Inggris pada pak supir tapi nyatanya supir tersebut asli Depok.
“Monyet lu, Gem! kenapa gak bilang, sih?”
Setelah beberapa drama berlangsung, akhirnya keduanya pun sampai di apartemen Gema yang menurut Fajar sangat mewah.
“Kamu nggak tinggal sama ayah?” Tanya Fajar, kini Ia masih berkeliling di beberapa ruangan untuk sekedar melihat-lihat.
“My dad? iya, we used to live together. Tapi kan sekarang ayahku di rumah sakit, jadi aku nggak tinggal di rumah.” Jelas Gema.
“Oh… iya juga, sorry ya gue gak sopan nanya kayak gitu.” Fajar berhenti melihat-lihat karena Ia merasa bertanya hal yang salah.
“No need to apologize, and actually… I have another reason, kenapa aku bawa kamu ke apartemenku dan bukan ke rumah. Do you wanna know?” Gema memblokir jalan Fajar. Lelaki tersebut berdiri tepat di hadapan Fajar.
“Apaan?” Fajar balik bertanya.
“Remember when you said that you want 1000 kisses… that day?”
Gema mengatakannya secara perlahan, lalu lama kelamaan jarak mereka pun kian dekat. Fajar yang menyadari hal tersebut pun langsung memundurkan langkahnya hingga Ia terantuk ke belakang tembok; Fajar tidak bisa bergerak mundur lagi.
“Wanna get your kisses now, pretty??”
Gila, Fajar merinding setengah mati mendengar perkataan Gema barusan. Namun tetap saja pemuda itu tak bisa menyembunyikan perasaannya sekarang, Fajar salah tingkah. Belum juga Gema memulainya, telinga Fajar sudah merah menyala. Hati Fajar sudah berteriak paling kencang sejak tadi, Ia berteriak mauuuu.
“Kenapa senyum-senyum? I’m asking you, do you want to get it like… right now? or ditabung lagi ciumannya? it’s up to you,”
“Tapi jangan langsung 1000… aku takut mati, nyicil aja, boleh?” Tatapan Fajar membuat Gema ikut gila.
“Stop looking at me with those eyes, Fajar. It makes me crazy, you know?”
“What-“ Fajar baru saja mau menjawab namun Gema langsung membukamnya dengan satu kecupan.
“Ih, Gema, aku lagi ngomong!” Ucap Fajar. Padahal hatinya sudah bergejolak akibat satu kecupan manis yang mendarat tepat di bibirnya.
“Itu baru satu. Can I continue now?”
Meskipun kecupan tadi berlangsung tanpa aba-aba, kini Gema memilih untuk meminta persetujuan terlebih dahulu dari kekasihnya. Fajar pun mengangguk kecil, setelah mendapatkan lampu hijau darinya, kegiatan tersebut pun dilanjutkan.
“This second kiss will probably last a little longer, can you handle it?” Tanya Gema, kekasihnya sudah memejamkan matanya sejak tadi. Namun, pemuda sialan ini masih saja bertanya.
“Ya udah sih, cium mah cium aja!” Jawab Fajar sedikit kesal.
“Wait, aku matiin radionya dulu. Dari tadi nyala nih lagu random” Ucap Gema, namun tangan Fajar menahannya.
“Lagunya enak buat ciuman, Gem. Lanjut aja, please?” Fajar menatap Gema sekali lagi, pertahanan Gema akhirnya runtuh.
Gema memulainya dengan kecupan seperti tadi di awal, setelah itu dilanjutkan dengan ciuman yang lembut, namun dalam. Kini bibir keduanya bertaut, lagi. Fajar tidak mau kalah, Ia membalas ciuman tersebut dan mengikuti permainan Gema dengan baik. Punggung Fajar sudah bertemu dengan tembok sedari tadi. Tak mau tinggal diam, Fajar pun memilih untuk mengalungkan keduanya tangannya di leher Gema, guna mempernyaman ciuman keduanya.
'Cause you are my universe, my everything, my sunset
Tak mau kalah, Gema menangkup pipi sang kekasih seraya mengusap kecil, lalu dilanjutkan dengan melahap bibir sang kekasih. Ciuman tersebut berlangsung cukup lama seperti yang Gema bilang, keduanya sudah tahu arusnya, ditambah lagu yang diputar membuat permainan hari ini berlangsung lebih menyenangkan.
You still give me butterflies
Tangan Gema turun ke pinggang Fajar, tangannya terlihat sangat pas pada pinggang kekasihnya. It looks like puzzle pieces, they are meant to be.
My lullaby,
you are everything I wanted.
Sepertinya Fajar kehabisan nafas sekarang, Ia pun memukul kecil belakang leher Gema, mengisyaratkan untuk berhenti sejenak. Gema yang mengerti pun segera melepas pagutan tersebut lalu berakhir dengan kecupan kecil di pipi sang kekasih.
“Nafsu banget, sih, kamu!” Gumam Fajar.
“Kan aku sudah bilang tadi, kalau yang kali ini bakal lama, you can’t handle it, sayang?”
“Bisa sih, ini gara-gara udah lama gak ciuman kayaknya.” Fajar menggaruk kepalanya yang sama sekali tak gatal.
“We still have 998 kisses, Fajar. And, you look pretty, I mean…. my baby is always pretty, but for today, it’s something!” Tangan Gema belum mau pergi dari pinggang sang kekasih. Namun kini satu tangannya dipakai untuk membelai halus wajah yang kekasih. Fajar menatap Gema lagi, kali ini Ia sengaja karena Ia menyadari bahwa salah satu kelemahan Gema adalah tatapan Fajar.
“I know! Aku mau lagi dong, sayang. Aku belum kenyang…”
Kalimat tersebut keluar dari mulut Fajar. Tangan fajar bermain di pipi Gema, Ia mengusap lembut pipi sang kekasih.
“Dua kali lagi, what do you think?” Gema menangkap tangan Fajar yang sedari tadi berada di pipinya, Gema pun mengecup kedua tangan tersebut bergantian secara perlahan.
“Aku mau dicium sampe engap!” Pinta Fajar.
“Anything you want, prince.”
Ciuman tersebut berlanjut hingga ciuman ketiga dan seterusnya, namun sekarang Fajar merasakan sesuatu yang aneh—seperti ada cipratan air yang mengarah ke wajahnya.
“Bangun, woi, disuruh ibun beli mentega sama terigu noh ke warung Aceng!”
Ternyata itu adalah kak Ratu yang menyiram wajah Fajar dengan segelas air karena Ia tidak mau bangun.
“Lu tidur sambil cengar cengir tuh mimpiin apaan, sih, Jar? oh… jangan-jangan lu mimpi aneh-aneh ya sama si Gem-“
“KAKAAAAAKKKKKKKK!”
Ternyata semuanya hanya mimpi Fajar belaka. Fajar tidak sedang berada di Kanada, Fajar tidak sedang bercumbu dengan sang kekasih, ternyata Fajar hanya terlelap tidur setelah memposting tweet tentang ciuman tersebut. Kalau boleh jujur, Fajar ingin tertidur lagi dan bermimpi seperti tadi, Fajar tidak ingin bangun dulu, Fajar mau Gema.