it’s just us — gyuhao short fic


content warnings: suggestive, sexual innuendos.







“home sweet home~” pekik mingyu dengan senangnya saat ia baru melewati pintu rumah yang dibuka oleh minghao, membuat minghao terkekeh melihatnya.


“cuma dari supermarket aja kamu udah kangen rumah?” minghao mencibir bercanda.


mereka meletakkan kantong belanjaan yang mereka bawa di atas meja dapur dan segera mengeluarkan isinya. memang, agenda belanja bulanan adalah rutinitas yang melelahkan tapi mau bagaimana lagi? demi memenuhi kebutuhan.


mingyu berjalan mendekat ke arah minghao yang sedang menata kaleng sarden di lemari atas. perlahan lengannya melingkar di pinggang ramping suaminya yang lebih muda. “iya, aku kangen bau rumah. kangen bau… kamu,” gumam mingyu manja, membuat minghao mendengus geli.


dengan dagu yang ia tempelkan di bahu minghao, mingyu menoleh dan mengagumi suaminya dari samping. indah dan rupawan. ia hampir malu karena perasaan menggelitik mulai memenuhi perutnya, sesimpel karena ia melihat minghao dalam jarak dekat seperti ini. duh, udah kayak remaja puber lagi aja gue.


posisi mereka agak awkward dengan perbedaan tinggi mereka berdua, tetapi ia tidak menghiraukan hal itu. mingyu hanya ingin menikmati waktu ini sendiri, mengonsumsinya keseluruhan dan tidak pernah membagikannya dengan siapapun. minghao akhirnya menjadi miliknya, miliknya seorang.


kadang ia masih suka tidak percaya, masih suka bertanya dalam diri apakah ini semua akan berakhir dan ia menyadari kalau hidupnya yang sedemikian rupa hanyalah halusinasi semata. marrying the love of his life as well as his best friend, his person. mingyu dan pemikiran negatifnya kadang suka berlomba dalam menerbitkan skenario bagaimana jika ia terbangun dan minghao tidak ada di sisinya. bagaimana jika semua yang dilewatinya, dirasakannya hanyalah produk dari imajinasinya atau mimpi yang kelewat nyata. ia sangat takut, takut jikalau—


“mingyu? kamu kenapa bengong? aku tanyain pengharum mobil tadi mana? aku perasaan udah masukin ke troli.” minghao shakes mingyu awake from his reverie.


mingyu mengerjapkan mata, hampir tidak sadar kalau ia terlalu tenggelam dalam lamunannya. “eh, masa gak ada?” ia buru-buru menegakkan tubuhnya untuk mencari item yang minghao bilang. “aku juga liat tadi udah kok. nah ini.” ia mengangkat pengharum mobil itu dan meletakkanya di tangan minghao.


“untung aja. kamu mikirin apa deh barusan, sampe aku panggil gak nyaut. aku kira kamu kesambet tau gak.”


“hush. kamu ih ngomongnya.”


“ya abisan.”


mingyu menggamit pinggang ramping suaminya itu lagi. kali ini mereka berhadapan.“mmh. aku masih kadang gak percaya aja. kamu di sini, dengan titel suami aku.” mingyu tersenyum tulus.


pandangan minghao melembut. ia membalikkan badan untuk menghadap yang lebih tinggi. ia tangkup kedua sisi wajah mingyu sembari ibu jari mengelus tulang pipi mingyu yang tegas. minghao dibuat terpana lagi oleh keindahan mingyu.


tangannya melingkar di leher suaminya. ia mengelus leher belakang mingyu dengan ibu jarinya perlahan, merilekskan tensi yang berada di bawah jemarinya.


“i can assure you this is a hundred percent real. nyata, senyata-nyatanya.” minghao berjinjit untuk meletakkan kecupan di bibir sang suami yang dibalas dengan senyum lebar.


“percaya, kok, percaya. kalo dicium lagi tambah percaya lagi.”


minghao mengecupnya kembali. “udah?” dan lagi. dua kali, di setiap ujung mulut suami yang lebih tinggi. “percaya sekarang.”


mingyu tertawa senang. ia menelusupkan kepalanya di ceruk leher minghao, menghirup aroma tubuh minghao sampai memenuhi indera penciumannya. sungguh ia sangat bersyukur bisa berada di momen sederhana tapi membahagiakan seperti ini.


di tengah hening dan tenangnya ruang dapur rumah mereka itu, tiba-tiba mingyu berkata,


“honey, let’s dance.”


“but there’s no music,” respon minghao.


“we don’t need no music. just us.”


“…”


“c’mon hao”


“iya iya”


tangan kiri mingyu menarik pinggang ramping minghao sedangkan tangan kanannya dengan otomatis menyatukan jemari mereka erat. tangan kanan minghao ia sandarkan di bahu lebar mingyu. tubuhnya ia rapatkan dengan nyaman di pelukannya. tidak ada celah yang bisa dilewati bahkan seberkas cahaya sedikitpun antara tubuh sepasang suami itu.


dan merekapun berdansa. mengikuti irama yang mereka buat sendiri. ke kanan, ke kiri, maju, menyerong. gerakan mereka sedikit banyak dipengaruhi kelas dansa yang mereka ikuti sebelum acara resepsi pernikahan mereka tiga tahun lalu. tiga tahun, dan masih terekam jelas di ingatan.


hari bahagia di mana mereka mengikat janji untuk bersama melewati suka dan duka, sakit dan senang, sampai tutup usia.


hari di mana menjadi awal bagi kedua insan yang berbeda dipersatukan di bahtera yang sama.


hari di mana jilid kita di buku kehidupan minghao dan mingyu dimulai.


dan mereka akan selalu mengingatnya.


di tengah dansa mereka, mingyu kembali menyuarakan isi kepalanya.


“kenapa ya adegan iconic selalu terjadi di dapur. kaya yang di happy together, the dreamers—“


“hey, hey. stop it perverts”


mingyu terkekeh karena minghao menyetopnya. “ya emang betul, kan”


“tapi gak usah disebut juga yang di the dreamers”


“emang kenapa? malu ya? gemes banget suamiku” goda mingyu.


“mingyu, ih! kotor tau…” minghao mencicit.


“nggak lah, kan udah di bersihin kemarin. deep cleaning.” cengiran mingyu membuat minghao ingin meledak.


“tetep aja dapur bukan tempat begituan”


“oh, jadi kamu prefer di tempat yang private aja ya?”


“ya emang udah seharusnya gitu!”


“sekali-kali gapapa tau, yang. kan ini rumah kita juga.”


“tau ah”


“haha bercanda minghao.” mingyu coos at his husband. “if you’re not into exhibitionism then it’s okay” ledek mingyu lagi.


“mingyu bisa gak—“ cubit pinggang “diem. godain terus ih.”


“masa masih malu sih.” mingyu tertawa geli. “kita kan udah nikah”


“kamu aneh-aneh aja lagian”


“aku cuma refer apa yg terjadi di film”


“film kan fiksi, bukan untuk diikuti” minghao tanpa sadar mengerucutkan bibirnya yang mana membuat mingyu menyambutnya dengan bilah bibirnya pula.


“iya iya, aku udahan. sekarang mau ngapain? mau bobo siang? masih jam 2 nih.”


bak kebetulan yang tak disangka, minghao mengangguk sembari menguap. rasa kantuk menjalar di tubuhnya.


“ayo, deh.”


“ayo, sayang.” mingyu tak lupa memberi kecupan terakhir di atas kepala suaminya.


ketika berbaring di atas tempat tidur dan mingyu sudah siap untuk membiarkan rasa lelap menguasai tubuhnya, tiba-tiba minghao berbisik di telinga suaminya itu,


“gyu, kalo kamu serius mau, kita boleh coba… di dapur.”


mingyu membelalakkan matanya. rasa kantuk seketika lenyap dari tubuhnya.


“minghao, kamu jangan bercanda.” ucap mingyu dengan nada peringatan.


yang diajak bicara pun hanya tersenyum simpul, pura-pura tidak mendengar dan lanjut tidur.


mingyu hanya bisa mengerang kalah.